slide 1 title

Pertambangan timah daerah Pemali, dengan tipe greisen dan batuan pembawa granit. .

slide 2 title

Strukutur daerah pemali yang terdapat pada batuan filit. merupakan aerole pada daerah tersebut.

slide 3 title

Sayatan tipis (thin section) granite pembawa mineral greisen penghasil bijih timah (sn) pada daerah pemali berumur trias-yura. mineral yang terlihat kuarsa, muskovit.

slide 4 title

Sayatan tipis (thin section) granite pembawa mineral greisen penghsil bijih timah (sn) pada lokasi yang berbeda, menunjukan mineral kuarsa.

slide 5 title

Struktur pada daerah pemali. urat kaoline yang memotong urang tourmaline (?).

Jumat, 12 Desember 2014

Bridgmanite: mineral dengan jumlah yang melimpah akhirnya diberi nama


Pada umumnya, mineral di dunia ini ada banyak jumlahnya, setahu ane juga yang udah diberi nama lebih dari 3000 (mungkin kudu pikir-pikir lagi kalo ada yang punya niat buat ngapalin). Dan mungkin yang paling familiar di telinga kita ya mineral kuarsa, karena dia yang paling melimpah dan paling tahan terhadap proses pelapukan dan erosi. Selain itu, mineral ini hampir ditemukan di semua jenis batuan (beku, sedimen, metamorf –red).  Tapi ternyata masih banyak mineral di bumi ini yang memiliki persentase lebih besar dari si kuarsa tersebut.  Salah satunya mineral yang bakalan ane bahas sedikit disini.

Ditahun 2014 ini, para peneliti sudah banyak melakukan penelitian terhadap dunia sains, terutama di bidang geologi. Penelitian terbaru dan informasinya juga masih anget yaitu pemberian nama dari sebuah mineral yang notabene kata para ilmuwan terutama geologist sangat melimpah di bumi. Dan lagi-lagi peneliti dari amerika lah yang memberi nama tersebut. BRIDGMANITE diklaim merupakan salah satu mineral dengan jumlah yang sangat melimpah di bumi, sebelum dikenal dengan nama bridgmanite, para ilmuwan memberikan nama perovskite pada material tersebut. Nama bridgmante akhirnya diberikan oleh para tim geologis asal amerika pada jurnal meraka SCIENCE setelah melakukan beberapa penelitian yang ternyata menggunakan sampel mineral dari meteorit gan.(lah kok gitu?).

(sumber gambar: mindat.org)


Proses pemberian namanya ini sendiri gak segampang membalikan kedua belah tangan gan. Perlu ada proses, dan bagian yang sulitnya, sebelum nama di sematkan ke sebuah mineral, minimal harus ada sample yang bisa dideskripsikan. (ya yang dibumi gampang, lah yang diluar angkasa gimana ceritanya coba).  Awalnya, para ilmuan dibidang kebumian telah mengetahui bahwa sekitar 70 persen penyusun mantel bumi bagian bawah merupakan mineral dengan densitas yang tinggi dan komposisi magnesium iron silicate yang mana kurang lebih 38-60 persen dari total volume bumi.  Tapi masalahnya, mineral ini gak ada dihampir semua planet lainnya sehingga samplenya pun jadi sulit buat diteliti.

Dan masalah lainnya adalah belum memungkinkannya untuk kita dalam waktu dekat ini mengebor sampai ke mantel bagian bawah (lower mantle) dengan kedalaman hingga 670km, sehingga kita gak tau bagaimana kondisi dan situasi di dalam bumi. Dan selama ini kita hanya bisa memprediksi komposisi batuan penyusun bumi dari seimik atau getaran yang dibuat oleh bumi itu (bisa melalui gempa bumi) sendiri yang diukur berdasarkan cepat rambat aliran gelombangnya yang dihubungkan dengan densitas batuan.

Nah untuk mensiasati masalah tersebut, para peneliti kemudian mencoba menganalisis meteorite yang jatuh di bumi pada waktu lampau, yang dianggap sama material penyusunnya dengan material penyusun bumi. Material luar angkasa yang dijadiin sample itu merupakan salah satu chondrite yang pernah jatuh di daerah Queensland, Australia (ya kurang lebih deket lah dari rumah ane) tahun 1879. Dan nama sukarelawan (meteorit) tersebut adalah meteorit tenham. Penelitian pada sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan metode x-ray yang dikombinasikan dengan mikroskopelektron.

Pemberian nama Bridgmanite itu sendiri diambil dari salah satu nama ilmuan asal negri paman Sam (amerika), Percy Bridgman dimana om adalah “the father of high-pressure experiments” dan udah dapet piala nobel tahun 1946 dibidang fisika. Nah, komposisi mineralnya itu sendiri adalah (Mg,Fe)SiO3 dengan sistem kristal ortorombik.



Rabu, 10 Desember 2014

Proses pembentukan DIAMOND dan hubungannya dengan Batubara (COAL)

Semua pasti tau dong apa itu diamond atau intan. Apalagi yang jualan batumulia. Beh, jangan ditanya. Diamond merupakan mineral terkeras dalam skala mohs yang dibuat oleh om Friedrich Mohs tahun 1812 .Tapi apakah setiap orang tau bagaimanakah diamond terbentuk? 

Trus kira-kira Apakah ada hubungannya antara diamond dengan batubara (coal)? Apakah batubara (coal) merupakan source (sumber) dari diamond? Pertanyaan ini mungkin muncul karena didasarkan pada komposisi yang terkandung pada 2 “material” tersebut yang hampir sama, yaitu unsur karbon (nah lo). Eits, tapi belum tentu batubara merupakan  sumber dari diamond loh. Ane disini mau coba  bahas soal hubungan keduanya (yang pasti baik-baik saja).
Tapi kalo dilihat secara fisik sih, mungkin kayak beautiful and the beast kali. LOL.




Banyak orang percaya kalo diamond itu terbentuk dari batubara yang mengalami proses metamorphisme, artinya “dia” (si batubara) terkena tekanan dan temperature yang tinggi sehingga merubah bentuk dan struktur dari system Kristal yang terkandung di dalam doi. Tapi ada beberapa hal yang membuat pernyataan ini gak sepenuhnya bener gan. Batubara sangat jarang ditemukan atau berperan dalam pembentukan diamond. Faktanya, kebanyakan diamond yang telah didating (diukur umurnya dengan metode tertentu) memiliki umur yang lebih tua dari tanaman pertama yang pernah ada di bumi tercinta, yang mana si doi ( tanaman) tersebut merupakan sumber dari pembentukan batubara. Nah lo? Berarti si diamond itu terbentuk terlebih dahulu dibandingkan si tanaman yang merupakan source (sumber) dari pembentukan batubara. Disini mulai kelihatan kan silsilah keluarga mereka. Complicated memang, tapi itu faktanya. Miris memang, jadi biasakan hal itu nak karena dunia memang kejam. (Miminnya mabok).

Masalah yang lain yang membuat pernyataan ini (diamond terbentuk dari coal -red) semakin lemah (nah lo, yang satu belum kelar, ada lagi) adalah lapisan batubara yang terbentuk itu umumnya dan harusnya (kalo menurut teori horizontalitas) itu mendatar (bagaimanapun jua si doi termasuk batuan sedimen jadi kudunya harus datar waktu terbentuk), sedangkan batuan asal (source rock) dari diamond berbentuk vertical pipes filled yang berhubungan dengan batuan beku.

Sebenarnya ada 4 proses yang mungkin dan bisa menjadi patokan bagaimana terbentuknya diamond yang pernah ditemukan di bumi ini gan. Salah satu proses tersebut malah ada yang mendekati keakuratan 100% sebagai proses pembentukan diamond itu. Tentunya ini berbeda di tiap daerah yang ada dibumi ya gan. Sisanya (3 proses lainnya) mungkin terjadi dengan presentase yang kecil. Oke ane coba bahas proses-proses tersebut gan.

1. diamond terbentuk dari mantel bumi (earth’s mantle)
Yang pertama adalah terbentuk dari mantel bumi (mungkin diluar angkasa hujan kali jadi bumi harus pake mantel). Para geologist percaya (termasuk ane tapi ane gak seratus persen gan, takut musyrik) diamond yang ada di muka bumi ini terbentuk dari mantel bumi yang di”delivered” ke permukaan melalui proses erupsi gunung api. Proses tersebut yang kemudian menghasilkan “kimberlite” (yang ada di Afrika selatan) dan pipa lamproite. Nah, setelah tersingkap di dekat dan di permukaan bumi, batuan yang mengandung diamond mengalami pelapukan dan erosi yang kemudian hasil proses pelapukan dan erosi tersebut diendapkan di batuan sedimen yang ada di sungai atau pinggir pantai gan.

Pembentukan diamond dari proses ini membutuhkan temperature dan tekanan yang super tinggi yang mana kondisi tersebut bisa terjadi pada zona batas mantel bumi dengan kerak bumi ( ya sekitar  150 km kalo jalan kaki) dibawah permukan gan dimana termperatur pada daerah itu mencapai 1050 derajat celcius gan (lumayan buat ngerebus telor). Tapi daerah tersebut berbeda untuk tiap lokasi di bawah permukaan bumi lo ya gan. Nah setelah mengalami proses ditempa sama tekanan tinggi dan dimasak dengan temperature yang tinggi, diamond yang telah terbentuk itu kemudian naik melalui proses letusan gunung api tadi gan. Tapi letusan gunung api jenis ini sangat jarang ditemukan sekarang gan, mungkin letusan yang super besar  dan belum pernah terjadi lagi hingga sekarang.

Nah disini bisa dilihat, apakah batubara terlibat dalam proses tersebut? I don’t think so gan. Tidak ada satupun material batubara yang ikut dalam proses pembentukan diamond tersebut. Batubara merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari tanaman yang diendapkan di permukaan bumi, dan material tanaman tersebut sangat jarang ditemukan terendapkan pada kedalam lebih dari 3 kilometer (sedangkan proses pembentukan diamond tipe ini membutuhkan kedalam 150 km). Dan sangat gak mungkin kalo batubara tersebut masuk nyelinap ke mantel bumi. Yang ada malah hangus kena temperature yang super tinggi itu. Jadi sumber carbon untuk diamond yang ada para proses pembentukan diamond jenis in,i dimungkinkan dari unsure carbon yang “terjebak” di dalam bumi. Oke next.

2. diamond terbentuk pada zona subduksi
Zona subduksi merupakan suatu zona penunjaman yang terjadi ketika terjadi tabrakan antar 2 lempeng bumi dimana salah satu lempeng (biasanya dan umumnya adalah lempeng samudra) “nyungsep” atau masuk ke bawah lempeng benua kayak gambar dibawah ini gan (gambar). Dimungkinkan gak banyak diamond jenis ini yang telah ditemukan dalam batuan. Diamond pada proses subduksi ini terbentuk pada kedalaman kurang lebih 80 km dibawah permukaan dengan temperatur kurang lebih 200 derajat celcius. (Pada sebuah penelitian di daerah brazil ditemukan diamond dengan inklusi yang berasal dari kerak samudra)
Nah sekarang pertanyaannya, apakah batubara kembali terlibat? Jawabannya mungkin. Batubara mungkin saja terlibat dan merupakan source dari diamond tersebut, atau malah bukan batubara melainkan batuan lain. Yah, bagaimanapun juga lempeng  samudra yang lebih memungkinkan untuk berperan sebagai “sang penyusup” daripada lempeng benua, juga memiliki kandungan batuan karbonat kayak batugamping, marmer atau dolomit. Jadi sekali lagi, kemungkinan batubara sebagai source bagi diamond kecil. Oke next gan.

3. pembentukan diamond pada lokasi bekas benturan (terutama tubrukan oleh meterorit atau asteroid)
Yang ketiga ini mungkin lebih kecil persentasenya dibandingkan dengan 2 proses diatas, karena proses terjadinya mungkin jarang terjadi dibumi. (kecual ada THOR yang mau mampir kesini bawa palunya). Sepanjang sejarah pembentukan bumi, bumi sendiri telah beberapa kali “dihajar” sama yang namanya asteroid atau meteroit. Dari ukuran sedang sampe super gede. Nah, ketika si asteroid ini menabrak bumi, terbentuklah tekanan dan temperatur yang sangat besar, buktinya sampe terbentuk kawah yang dihasilkan sama tabrakan ini dengan ukuran yang beragam gan bahkan sampe 20 km. Letusan dari hasil tabrakan itu bahkan sama besarnya dengan letusan yang dihasilkan jutaan senjata nuklir dan temperaturnya lebih panas dari pemukaan matahari.
Temperatur dan tekanan yang super tinggi yang dihasilkan oleh tabrakan ini hampir sama dengan temperatur dan tekanan pada saat pembentukan diamond di bumi ini. Hal ini sudah dikonvirmasi dan diteliti gan serta didukung oleh penelitian yang dilakukan rekan-rekan kita pada beberapa daerah yang terkena tabrakan asteroid. Alhasil, pada daerah tersebut terdapat sub-milimeter diamond kayak di arizona dan rusia.
Nah pertanyaannya lagi, apakah ada unsur batubaranya? Mungkin gan. (mungkin mulu dah). Ya mungkin aja kalo daerah yang ditabraknya itu ada batubaranya atau setidaknya ada batuan yang mengandung unsur carbon sehingga proses pembentukan diamond tersebut bisa terjadi. Mungkin kaya batugamping, marmer atau dolomit. Oke next gan. The last one.

4. pembentukan di luar angkasa
Nah kalo yang ini jangan terlalu banyak berharap bisa ketemu gan( ya kali diluar angkasa. Kalo diluar kota masih mungkin). Penelitian NASA terbaru telah mendeteksi adanya nanodiamond pada beberapa meteorit yang ada diluar angkasa. Mungkin sekitar 3 persen unsur karbon ada pada meteorit tersebut dan ukurannya terlalu kecil untuk dijadikan batumulia gan. Dan pertanyaannya lagi, apakah batubara terlibat? Yang pasti gak bakalan ada yang mau tanem rumput (yang bakalan jadi source batubara) diluar angkasa gan.
Nah untuk lebih mudahnya ane ada gambar yang ane ambil dari situs geology.com

sumber gambar: geology.com


Kesimpulannya
Jadi kesimpulannya batubara mungkin bisa menjadi source dari diamond pada beberapa proses pembentukan diamond tapi secara umum hal itu sangat kecil persentasenya. Walaupun sama-sama memiliki unsur karbon sebagai unsur pembentuk, bukan berarti proses pembentukannya sama kan gan? Oke gan, sekian review dari ane. Saran dan commentnya ane tunggu.


Source: berbagai sumber

Sabtu, 05 April 2014

Karakteristik Batuan Intrusif dan Ekstrusif

Kali ini ane mau coba bahas tentang perbedaan batuan beku intrusif dan ektrusif. Oke ane langsung, Secara harfiah, batuan beku intrusif itu berarti batuan yang terbentuk didalam atau dibawah permukaan bumi sedangkan batuan beku ekstrusif itu kebalikannya, dia terbentuk pada atau diatas permukaan bumi.  Batuan ekstrusif dan intrusif sebenarnya bisa kita bedakan dari struktur dan teksturnya. (struktur itu kenampakan batuan atau feature dari batuan yang dihasilkan oleh susunan butir, atau keterdapatan lubang (holes), rekahan (fracture), sedangkan tekstur itu karakter fisik dari batuan kayak ukuran, bentuk, oreintasi dan distribusi dari butir serta hubungan antar butir dalam batuan tersebut). Raymond dalam bukunya Petrology membahas tentang beberapa ciri-ciri lain dari batuan ekstrusif dan intrusif.
Batuan beku ekstrusif
Batuan beku intrusif
1.  Memiliki tekstur gelas dengan ukuran butir halus
2. Chilled margin hanya terdapat pada bagian bawah dari tubuh batuan
3. terbentuk Baked zone dan kemungkinan metamorfisme kontak pada bagian bawah tubuh batuan
4. terdapat fragmen batuan dari batuan yang berada dibawah tubuh ektrusif.
5. Struktur vesicle dan amygdules sangat melimpah pada bagian atas sedangkan pada bagian bawah tubuh, kelimpahan minor
6. deformasi yang terbentuk sangat jarang atau bahkan tidak sama sekali

1.     Memiliki ukuran butir sedang hingga kasar (fine-coarse grained).
2. Terdapat chilled margins pada hampir seluruh tubuh batuan
3. Terbentuk metamorfisme kontak pada kontak dengan batuan samping. Baked zone tidak muncul
4.   Tubuh batuan dimungkinkan terdapat fragmen dari batuan samping
5.     Struktur vesicle dan amygdules tidak muncul

6.     Intrusi dapat menghasilkan gejala struktur seperti lipatan atau sesar pada batuan yang diterobos

Itu sebagian dari ciri-ciri yang dikemukakan billling dan grout dalam bukunya Raymond. Semoga bermanfaat. 

Kamis, 27 Maret 2014

Kuarsa, Cristobalite, dan Tridmite

Kali ini ane mau coba bahas tentang kuarsa yang ternyata kuarsa punya sodara dengan watak (komposisi) yang sama yaitu SiO2. Ane coba bahas bertahap ye, biar gak bingungin.Tapi mineral-mineral tersebut terbentuk pada kondisi yang berbeda jadi kalo kita bisa temuin dan identifikasi mineral tersebut, kita bisa tau gimana kondisi awal pembentukan dari mineral pada khususnya dan batuan pada umumnya. Refrensi terbesar untuk kasus kali ini ane ambil dari bukunya om A. Betekhtin yaitu “A Course of Mineralogy” yang diterbitin sama Moscow PEACE PUBLISHERS dan sedikit dari bukunya om Bonewitz yang judulnya “ Rocks and Minerals”.

Sebelumnya kita bahas dulu, apa sih kuarsa itu? Kok ada sodara dengan komposisi yang sama tapi berbeda nama. Sebenernya kuarsa itu sendiri punya beberapa jenis, kayak smoky quartz, rose quartz, milky quartz, amethyst. Perbedaan dari jenis-jenis kuarsa tersebut ada pada pengotornya kayak adanya kehadiran gas yang terperangkap di dalam kristal sehingga menghasilkan milky quartz atau kehadiran mineral titanium sehingga menghasilkan rose quartz atau amethys yang disebabkan oleh pengotor besi. Tapi apapun pengotornya (minumnya baygon. Lho?) penamaan yang diberikan masih mengacu pada kuarsa dengan temperatur pembentukan dan tekanan yang relatif sama. Baik secara sistem kristal, kekerasan, belahan, pecahan maupun masa jenis. Tapi tahukah agan-agan bahwa mineral kuarsa itu sendiri tidak serta merta terbentuk dan kemudian menjadi kuarsa. Mungkin mineral lain juga mengalami, tapi disini ane mau coba bahas tentang mineral kuarsa aja karena memang mineral ini sangat umum dijumpai di hampir semua tipe batuan.
Ada tiga jenis modifikasi dari mineral SiO2 pada umumnya yaitu kuarsa, tridmymite dan cristobalite, dimana mineral-mineral tersebut terbentuk pada temperatur yang berbeda. Urut-urutan pembentukan mineral SiO2 tersebut kayak gini

α-Kuarsa(<-573o->)β-Kuarsa(<-870o->)β-tridmite(<-1470o->)β-cristobalite(<-1713o->)melebur
dan pada temperatur rendah terjadi reaksi pembentukan kayak gini
α-tridmite(<-130o->)β-tridmite dan α-cristobalite(<-180o-270o->)β-cristobalite


oke, sampe segitu dulu pembahasan tentang kuarsa. Next time ane coba posting lagi.

Senin, 30 Desember 2013

Software Geologi

Udah lama gak nulis, mandeg bro. Bukannya banyak kerjaan tapi malah gara-gara gak ada kerjaan. Kali ini ane mau share tentang Daftar software-software geologi yang bisa agan-agan download. Softwarenya free, tanpa DP. Kebanayakan tentang geokima dan analisis struktur. Lumayan buat agan-agan yang lagi tugas akhir atau lagi ada project-project yang bisa terkait. Tampilannya lumayan dan menurut ane easy using. So, this is the website, and have a nice download.


sebelum ke tekape, tinggalin komen gan. 

Rabu, 25 September 2013

Review mineral pada skala Mohs (1822)


Sekarang ane mau review tentang mineral-mineral yang ada di skala mohs. Skala Mohs itu digunakan untuk menentukan atau sebagai parameter kekerasan mineral yang ada di bumi. Menurut Doddy (1987), kekerasan mineral diartikan sebagai daya tahan mineral terhadap goresan gan.  Nah, kekerasan itu sendiri ditentuin sama susunan dalam dari atom-atom penyusun mineral tersebut. Mohs (1822) telah mengadakan suatu penentuan mineral yang nantinya dan sampai sekarang telah menjadi parameter dalam menentukan kekerasan mineral gan. Oke, kita review satu-satu mineralnya dari yang paling lunak sampai yang paling keras (kalo gak percaya digigit aja gan)

1.       Talk


Kelompok : silika-phyllosilika
Sistem kristal : tricilinc atau monoclinic
Komposisi mineral : Mg3Si4O10(OH)2
Warna : putih, tidak berwarna, hijau, kuning atau coklat
Bentuk (habit) : foliated dan fibrous  masses
Kekerasan : 1
Belahan : sempurna
Pecahan : uneven hingga subconchoidal
Kilap : pearly hingga greasy
Cerat : putih
Specific gravity : 2,8
Transparansi : translucent

2.       Gipsum

   
 Kelompok  : sulfat
Sistem kristal : monoklinik
Komposisi mineral : CaSO4.2H2O
Warna : tidak berwarna, putih, coklat cerah, kuning, merah muda
Bentuk (habit) : prismatic hingga tabular
Kekerasan : 2
Belahan : sempurna
Pecahan : splintery
Kilap : subvitreous hingga pearly
Cerat : putih
Specific gravity : 2,3
Transparansi : transparan hingga translucent
Reflection index : 1,52 – 1,53

3.       Kalsit




Kelompok : karbonat
Sistem kristal : hexagonal atau trigonal
Komposisi mineral : CaCO3
Warna : tidak berwarna, putih
Bentuk (habit) : scalenohedral, rhombohedral
Kekerasan : 3
Belahan : sempurna
Pecahan : subconchoidal, brittle
Kilap : vitreous
cerat : putih
Specific gravity : 2,7
Transparansi : transparan
Reflection index : 1,48 – 1,66

4.       Fluorit



Kelompok : Halides
Sistem kristal : cubic
Komposisi mineral : CaF2
Warna : terbentuk dalam banyak warna
Bentuk (habit) : cubic, octahedral
Kekerasan : 4
Belahan : sempurna
Pecahan : flat, conchoidal
Kilap : vitreous
cerat : putih
Specific gravity : 3,0 – 3,3
Transparansi : transparan
Reflection index : 1,43

5.       Apatit


Kelompok : phospate
Sistem kristal : hexagonal atau monoclinic
Komposisi mineral : Ca5(PO4)3(F,OH,Cl)
Warna : hijau, biru, violet, ungu, tidak berwarna, kuning atau rose
Bentuk (habit) : prismatik panjang atau pendek, tabular
Kekerasan : 5
Belahan : indistinct, variable
Pecahan : choncoidal hingga uneven
Kilap : vitreous, waxy
cerat : putih
Specific gravity : 3,1 – 3,2
Transparansi : transparent hingga translucent
Reflection index : 1,63 – 1,64

6.       Ortoklas

Kelompok : silika/tectosilika
Sistem kristal : monoclinic
Komposisi mineral : KALSi3O8
Warna : tidak berwarna, putih, cream, kining, merah muda, coklat hingga merah
Bentuk (habit) : prismatik pendek
Kekerasan : 6 – 6,5
Belahan : sempurna
Pecahan : subconchoidal hnga uneven, brittle
Kilap : vitreous
cerat : putih
Specific gravity : 2,5 – 2,6
Transparansi : transparant hingga translucent
Reflection index : 1,51 – 1,54

7.       Kuarsa

Kelompok : silika / tektosilika
Sistem kristal : hexagonal  trigonal
Komposisi mineral : SiO2
Warna : tidak berwarna
Bentuk (habit) : prismatic
Kekerasan : 7
Belahan : -
Pecahan : conchoidal
Kilap : vitreous
cerat : putih
Specific gravity : 2,7
Transparansi :transparan
Reflection index : 1,54 – 1,55

8.       Topas

Kelompok : silika / nesosilika
Sistem kristal : orthorombhic
Komposisi mineral : Al2SiO4(F,OH)2
Warna : tidak berwarna, biru, kuning, merah muda, coklat, hijau
Bentuk (habit) : prismatic
Kekerasan : 8
Belahan : perfect basal
Pecahan : subconchoidal hingga uneven
Kilap : vitreous
Cerat : tidak berwarna
Specific gravity : 3,4 – 3,6
Transparansi : transparant hngga trasnlucent
Reflection index : 1,62 – 1,63

9.       Korondum

Kelompok : oksida
Sistem kristal : hexagonal - trigonal
Komposisi mineral : Al2O3
Warna : terbentuk dalam banyak warna
Bentuk (habit) : pyramidal, prismatic barrel
Kekerasan : 9
Belahan : -
Pecahan : conchoidal hingga uneven
Kilap : adamatine hingga vitreous
Cerat : tidak berwarna
Specific gravity : 4,0 – 4,1
Transparansi : transparent
Reflection index : 1,76 – 1,77

10.   Intan

Kelompok : native element
Sistem kristal : cubic
Komposisi mineral : C
Warna : putih hingga hitam, tidak berwarna, kuning, merah muda, merah, biru, coklat
Bentuk (habit) : octahedral, cubic
Kekerasan : 10
Belahan : perfect octahedral
Pecahan : conchoidal
Kilap : adamantine
Cerat : akan menggores papan cerat (mungkin sangking kuatnya gan, hahaha)
Specific gravity : 3,4 – 3,5
Transparansi : transparant hingga opaque
Reflection index : 2,42

Nah, segitu dulu review tentang mineral dalam skala Mohs (1822), komen dari agan/wati yang baek ane tunggu.





Selasa, 24 September 2013

Panduan Kerja Lapangan

Kali ini ane mau nge-share tentang apa aja yang harus dilakukan sewaktu kita di lapangan, ya setidaknya data itu yang jadi patokan dan data yang wajib kita punya sewaktu di lapangan. Ane ngambil refrensi dari mbak angela dalam bukunya yang berjudul (jeng injeng) Geological Field Techniques. Di buku ini banyak bahas tentang SOP (bukan sop buah atau sayur, tapi standart operasional procedure) yang harus dimiliki seorang ahli kebumian, mulai dari peralatan, data-data yang harus diambil dari setiap sample batuan, kan paling gak ada 3 jenis batuan yang ada di bumi ini (kalo di mars mah, ane gak tau ya gan, tanya marsologist, orang yang mempelajari mars, emang ada?) pasti perlakuan terhadap jenis batuan tersebut beda-beda lah, mulai dari peralatannya, sampai teknik dan apa aja yang harus diambil. Nah, ane mulai

Objek yan diteliti
Data yang harus diambil
geologi umum
Data litologi, struktural, umur yang diambil dari singkapan yang dapat mewakili (representative)
Rekonstruksi sejarah geologi di suatu daerah
Data kisaran umur relatif dan informasi geologi dasar (terutama stratigrafi) dari setiap unit di suatu daerah dan hubungan tiap unit tersebut. (unit dapat berarti satuan, atau formasi)
Membuat peta geologi
Data litologi dan struktural sebanyak mungkin dari singkapan yang representativ
Menentukan lingkungan pengendapan sedimen
Membuat log (kolom stratigrafi) baik sediment maupun paloentologi, sketsa dan analisis facies
Membuat rekaman dari periode perubahan iklim
Membuat log yang ditekankan pada pengumpulan data yang dapat mengindikasikan perubahan cuaca (seperti isotop karbon)
Menentukan sejarah kenaikan muka air laut dalam skala waktu geologi
Membuat log sepanjang garis transgersi dan regresi; menerapkan ilmu sequence stratigrafi
Biostratigrafi
Mengumpulkan data fosil secara sistematis melalui stratigrafi atau sample untuk analisis mikrofosil
Menentukan tingkat kejadian kepunahan
Merekam awal kemunculan dan kepunahan dari suatu fosil
Menetukan pembentukan batuan beku
Menentukan mineral termasuk kehadiran dan ketidakhadiran dari fenokris, ukuran mineral, bemtuk dan kemas, dan vesicles, menentukan hubungan potong-memotong
Memantau kejadian gunung api aktif
Seismik, emisi gas, gravitasi, temperatur
Mengumpulkan sampel untuk analisis geokimia guna mengetahui proses yang terjadi di bumi
Posisi dari singkapan dimana sample diambil bentuk dan karakteristik tubuh batuan
Menentukan lokasi sumber daya mineral
Pemetaan dan mengumpulkan sampel untuk dianalisis
Merekan proses deformasi pada suatu daerah
Pemetaan, pengukuran struktur, penampang sayatan dan stereonet
Memprediksi dan memantau kegiatan gempa bumi
Pemetaan dan pengukuran geofisika


Sekian sharing ane tentang pengumpulan data. Tapi pada dasarnya semuanya tergantung dari insting dan pengalaman dari agan dan aganwati, semakin sering agan/aganwati ke lapangan semakin terasah insting dan pengalaman agan, semakin jos penerapan ilmu agan/wati.